Blogger Widgets

Friday, May 24, 2013


Beberapa contoh tindakan cracker yang dianggap merugikan pengguna Internet lainnya antara lain adalah dilumpuhkannya beberapa saat situs Yahoo.com, eBay.com, Amazon.com, Buy.com, ZDNet.com, CNN.com, eTrade.com dam MSN.com karena serangan bertubi-tubi dari cracker dengan teknik Distributed Denial of Service (DDoS). Serangan yang dilancarkan pada bulan Februari 2000 tersebut sempat melambatkan trafik Internet dunia sebesar 26 persen.

Kemudian kasus lain semisal dicurinya 55 ribu data kartu kredit dari situs CreditCards.com. Data tersebut kemudian ditayangkan di situs lain cracker pencurinya setelah dia gagal memeras sejumlah USD 100 ribu dari situs yang nahas tersebut. Kejadian pencurian data kartu kredit tersebut berlangsung pada bulan Desember 2000.
Yang paling terkenal adalah salah seorang cracker Amerika yang menggunakan nama alias MafiaBoy terbukti memamerkan kemampuannya untuk melumpuhkan situs CNN.com pada tanggal 8 Februari 2000 kepada rekan cracker lainnya di sebuah chat room. Di dalam chat room tersebut dia juga terbukti menganjurkan rekannya untuk melakukan serangan ke situs-Internet lain yang akhirnya melumpuhkan situs Yahoo.com, Amazon.com, eBay.com dan ZDNet.com

PENANGGULANGAN CRACKING  

Biasanya seseorang yang menggunakan Microsoft Windows tidak mungkin secara efektif melindungi sistem Windows dari serangan crack. Satu-satunya cara pencegahan yang paling mudah adalah berpindah ke Linux atau sistem operasi lain yang setidaknya dirancang untuk keamanan. 

Cyber prostitution merupakan bagian dari cyber crime yang menjadi sisi gelap dari aktivitas di dunia maya. Tindak pidana atau kejahatan mayantara adalah sisi buruk yang amat berpengaruh terhadap kehidupan modern dari masyarakat informasi akibat kemajuan teknologi informasi yang tanpa batas. Barda Nawawi Arief bahkan dengan tegas menggolongkannya sebagai cyber crime di bidang kesusilaan atau secara sederhana diistilahkan dengan cyber sex.
 Lebih lanjut beliau dengan mengutip pendapat dari Peter Davif Goldberg mengatakan bahwa cyber sex adalah penggunaan internet untuk tujuan-tujuan seksual (the use of the internet for sexual purposes). Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh David Greenflied yang mengatakan bahwa cyber sex adalah menggunakan komputer untuk setiap bentuk ekspresi atau kepuasan seksual (using the computer for any form of sexual expression or gratification).

Meskipun pengaturan mengenai larangan cyber prostitution telah dirumuskan dengan jelas dalam hukum positif Indonesia yakni dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun penegakan hukum dalam kasus cyber prostitution ini sangat sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena sulitnya menentukan yurisdiksi dari cyber prostitution. Berkat kemajuan informasi para netter dapat bertransaksi prostitusi secara online yang melintasi batas lintas negara (borderless). Karakteristik lintas batas negara ini menjadikan cyber prostitution berada dalam anatomi  kejahatan transnasional. Cyber prostitution sebagai kejahatan transnasional tentu membutuhkan optimalisasi penegakan hukum di setiap negara di dunia.

Dalam kerangka penegakan hukum, yuridiksi menjadi suatu hal yang berlaku secara fakultatif sehingga penegakannya tergantung dari kebijakan masing-masing negara. Hal ini disebabkan karena ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional (termasuk mengenai yurisdiksi) oleh sebagian pakar hukum masih dipandang sebagai sekadar kaidah moral saja. Apabila setiap negara masih mengakui yurisdiksi teritorial hukum pidana nasional suatu negara, maka setiap penanggulangan kejahatan-kejahatan yang bersifat transnasional atau internasional dengan sendirinya hampir tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan atau kerjasama antara negara satu dengan lainnya, seperti kerja sama bilateral atau multilateral. Sehingga penegakan hukum terhadap cyber prostitution sangat bergantung pada kerjasama internasional disamping aparat penegak hukum yang handal dan budaya hukum masyarakat. Misalnya saja sudah selayaknya Indonesia membuat sebuah kerjasama internasional dengan Negara Thailand mengenai kejahatan prostitusi lewat dunia maya ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya kasus cyber prostitutionyang melibatkan kedua Negara ini.

Mengingat bahwa cyber crime utamanya cyber prostitution tidak mengenal batas-batas negara maka dalam upaya penanggulangannya memerlukan suatu koordinasi dan kerjasama antarnegara. Cyber crime memperlihatkan salah satu kondisi yang kompleks dan penting untuk diadakannya suatu kerjasama internasional. Secara hukum hal tersebut telah mengalami kemajuan sebab di Budapest, Hongaria, 30 negara telah sepakat untuk menandatangani Convention on Cybercrime, yang merupakan kerjasama internasional untuk penanggulangan penyebaran aktivitas kriminal melalui internet dan jaringan komputer lainnya.

Selain itu menyadari adanya kekhawatiran akan ancaman dan bahaya dari cyber crime, PBB telah mengadakan kongres mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, melalui Kongres VIII/1990 di Havana dan Kongres X/2000 di Wina. Sementara itu, pada tanggal 23 November 2001, negara-negara yang tergabung dalam Dewan Eropa (Council of Europe) telah menghasilkan konvensi cybercrime(Council of Europe Cyber Crime Convention) yang ditandatangani di Budapest (Hongaria) oleh berbagai negara, termasuk Kanada, Jepang, Amerika, dan Afrika Selatan. Berbagai hasil kongres dan konvensi internasional tersebut telah memperlihatkan bahwa salah satu bentuk cyber crime yang sangat meresahkan sekaligus mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan adalah cyber crime di bidang kesusilaan.

Meski demikian efektivitas dan efisiensi pelaksanaannya masih perlu dicari format yang tepat, karena seperti kasus-kasus sebelumnya banyak konvensi internasional yang terbentur dalam pelaksanaannya. Salah satu unsur yang akan menjadi tantangan dalam menerapkan suatu konvensi adalah perbedaan persepsi terhadap masalah yang bermuara dari perbedaan kepentingan dan pengalaman.
Walaupun nampaknya belum ada suatu bentuk kerjasama internasional yang benar-benar efektif menghilangkan perilaku kejahatan dalam dunia maya, tetapi konfrensi di Budapest telah menjadi landasan penting bagi adanya kerjasama lanjutan berkaitan dengan cyber crime. Kemudian ketika masalah praktik kejahatan dalam dunia maya telah menjadi isu politik, maka peluang ke arah kerjasama yang melibatkan negara-negara menjadi lebih terbuka.


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan dampak yang sangat positif bagi peradaban umat manusia, Salah satu kemajuan zaman yang fenomenal sekarang ini adalah internet yang mana telah merubah cara seseorang berkomunikasi, bersosialisasi dan memudahkan seseorang dalam memperoleh informasi.

 Akhir ini sudah sangat marak adanya situs jejaring social seperti facebook, twitter, dan sosial media lainnya yang mempermudah seseorang dalam berkomunikasi dan bersosilisasi antara satu orang dengan orang lain yang berada pada tempat yang tidak terbatas.  Selain itu adalah aktifitas  ekonomi seperti beriklan dan menjual produk lewat internet yang terbukti sangatlah efektif dan ekonomis karena penjual tidak perlu menghabiskan uang sampai jutaan atau milyaran rupiah untuk membangun sebuah usaha dan menyediakan peralatan serta menyewa para pekerja dalam menjual produk nya, tapi cukup dengan membuka situs di internet yang diawali oleh seorang operator.

Namun ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi, selain hal yang positif, otomatis dampak negatif dari kemajuan tersebut juga akan muncul sebagai tandingannya. Karena adanya perkembangan teknologi yang terus meningkat, tingkat angka kejahatan dari tahun ke tahun juga akan semakin meningkat secara signifikan jumlahnya, baik dari segi korban maupun jumlah uang yang raib. Salah satu contoh dari kejahatan di internet adalah Carding.

Carding merupakan salah satu kejahatan di internet yang berupa penipuan dalam proses perbelanjaan, yaitu dengan berbelanja mengguakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh secara illegal dan biasanya dengan mencuri data di internet. Sasaran yang dituju oleh carder (sebutan bagi para penipu di internet) adalah website berbasis E-commerce yang memungkinkan data basenya menyimpan puluhan bahkan ratusan kartu kredit, paypal atau data nasabah bank.

Terdapat banyak karakteristik kejahatan carding yang terjadi, di antaranya adalah :
1.      Minimized Physical Contact (tidak adanya kontak secara fisik)
System modus ini adalah carder  tidak perlu mencuri kartu kredit secara fisik, tapi cukup  dengan mengetahui nomornya, pelaku sudah bisa melakukan aksinya.
2.      Non violance (tanpa kekerasan)
Pelaku tidak melakukan kekerasan secara fisik seperti  ancaman yang menimbulkan ketakutan sehinga korban memberikan harta bendanya.
3.      Global
karena kejahatan ini terjadi lintas negara yang mengabaikan batas-batas geografis dan waktu.
4.      High Technology
Sarana yang digunakan dalam kejahatan tersebut menggunakan peralatan berteknologi yang berupa jaringan internet.

Proses pertama yang dilakukan seorang carder adalah dengan Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain: phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca),hacking, sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat carding dan lain-lain. Setelah itu Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti Ebay, Amazon untuk kemudian carder mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi. Lalu melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah-olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut dan Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di bawah 10 %, namun menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat keenam dunia dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding.
Hingga akhirnya Indonesia di-blacklist oleh banyak situs-situs online sebagai negara tujuan pengiriman.

Oleh karena itu, para carder asal Indonesia yang banyak tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan, maka carder langsung dapat mengambil barang tersebut.

Untuk menangani hal-hal tersebut  polri telah menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di tingkat Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime. Di awali oleh personil terlatih untuk menangani kasus-kasus semacam ini, tidak hanya dalam teknik penyelidikan dan penyidikan, tapi juga mereka menguasai teknik khusus untuk pengamanan dan penyitaan bukti-bukti secara elektronik. Mengingat dana yang terbatas karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil, maka apabila terjadi kejahatan di daerah, maka Mabes Polri akan menurunkan tim ke daerah untuk memberikan asistensi. Dan secara detail dapat dikutip isi pasal tersebut yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access:
Pasal 31 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara tertentu milik orang lain.”

Pasal 31 ayat 2: “Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan.”
.


Jakarta - Divisi Cyber Crime Polda Metro Jaya bersama Australia Federal Police (AFP) meresmikan kantor Cyber Crime Investigations Satelite Office. Kerjasama itu dilakukan untuk memberantas kejahatan lewat dunia maya yang dianggap sudah mengkhawatirkan.

Turut hadir dalam peresmian tersebut, Kepala Kepolisian Australia Tony Nuges, Wakapolri Komjen Nanan Sukarna, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman, dan Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Eko Bayuseno. Peresmian dilakukan di Gedung Reskrimsus Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (29/4/2013).


Proyek tersebut dibangun dengan dana sebesar 9 juta dollar Australia. Dengan adanya laboratorium ini, polisi dapat memantau segala bentuk kejahatan di dunia cyber serta memerangi terorisme via internet.


"Pendanaan terorisme termasuk komunikasi melalui email, melalui cyber, kejahatan yang terkoordinir seluruhnya," ujar Kabareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman dalam sambutannya.


Dia mengatakan, Indonesia dan Australia sudah beberapa kali menjalin proses kerjasama dalam memerangi kejahatan cyber. Salah satunya adalah saat pengungkapan bom bali.


"Kerja sama ini erat sekali pada saat terjadi bom Bali meledak dimana kita saling kerja sama sehingga kita mampu mengungkap seluruh jaringan terorisme," ucap Sutarman.


Sutarman menjabarkan, kejahatan cyber di Indonesia sudah berada di tingkat kronis. Ia mencontohkan kasus pembobolan situs resmi kepresidenan.


"Cyber crime sangat membahayakan, website presiden saja bisa di-hack. Lalu bagaimana dengan perbankan yang akunnya di-
hack. Lalu e-Goverment yang sudah terkoneksi. Kita harus mencegahnya," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Australia Tony Nuges menyatakan pembangunan kantor cyber crime ini sangat efektif dalam membantu Australia menumpas kejahatan dunia maya. Menurutnya, kejahatan cyber tidak memandang negara apapun.


"Jadi menurut kami karena semua ini adalah yang berhubungan dengan suatu wilayah, adanya fasilitas cyber crime (di Indonesia) ini akan sangat membantu," tutur Tony.

(fyk/fyk)



source: click

Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain. Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang dicuri dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, pencurian account cukup menangkap userid dan password saja. Hanya informasi yang dicuri.
Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya benda yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunaan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung. Membajak situs web. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface.
Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Probing dan port scanning. Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.
Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau port scanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah nmap (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan Superscan (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows).
Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan. Sedemikian kompleksnya bentuk kejahatan mayantara dan permasalahnnya menunjukan perlunya seorang profesional yang secara khusus membidangi permasalahan tersebut untuk mengatasi atau setidaknya mencegah tindak kejahatan cyber dengan keahlian yang dimilikinya. Demikian pula dengan perangkat hukum atau bahkan hakimnya sekalipun perlu dibekali pengetahuan yang cukup mengenai kejahatan mayantara ini disamping tersedianya sarana yuridis (produk undang-undang) untuk menjerat sang pelaku.
Dunia perbankan dalam negeri juga digegerkan dengan ulah Steven Haryanto, yang membuat situs asli tetapi palsu layanan perbankan lewat Internet BCA. Lewat situs-situs “Aspal”, jika nasabah salah mengetik situs asli dan masuk ke situs-situs tersebut, identitas pengguna (user ID) dan nomor identifikasi personal (PIN) dapat ditangkap. Tercatat 130 nasabah tercuri data-datanya, namun menurut pengakuan Steven pada situs Master Web Indonesia, tujuannya membuat situs plesetan adalah agar publik memberi perhatian pada kesalahan pengetikan alamat situs, bukan mengeruk keuntungan.
Persoalan tidak berhenti di situ. Pasalnya, banyak nasabah BCA yang merasa kehilangan uangnya untuk transaksi yang tidak dilakukan. Ditengarai, para nasabah itu kebobolan karena menggunakan fasilitas Internet banking lewat situs atau alamat lain yang membuka link ke Klik BCA, sehingga memungkinkan user ID dan PIN pengguna diketahui. Namun ada juga modus lainnya, seperti tipuan nasabah telah memenangkan undian dan harus mentransfer sejumlah dana lewat Internet dengan cara yang telah ditentukan penipu ataupun saat kartu ATM masih di dalam mesin tiba-tiba ada orang lain menekan tombol yang ternyata mendaftarkan nasabah ikut fasilitas Internet banking, sehingga user ID dan password diketahui orang tersebut.
Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan user_ID dan password oleh seorang yang tidak punya hak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai kejahatan “abu-abu”. Kasus cybercrime ini merupakan jenis cybercrime uncauthorized access dan hacking cracking. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrime menyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pribadi (against person).

source: click

  • Di Indonesia
Di Indonesia sendiri juga sebenarnya prestasi dalam bidang cyber crime ini patut diacungi dua jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara terbelakang, namun prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh para hacker, cracker dan carder lokal.
Virus komputer yang dulunya banyak diproduksi di US dan Eropa sepertinya juga mengalami “outsourcing” dan globalisasi. Di tahun 1986 – 2003, epicenter virus computer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika dan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, dan India. Namun hasil penelitian mengatakan di beberapa tahun mendatang Mexico, India dan Africa yang akan menjadi epicenter virus terbesar di dunia, dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk dalam 10 besar.
Seterusnya 5 tahun belakangan ini China , Eropa, dan Brazil yang meneruskan perkembangan virus2 yang saat ini mengancam komputer kita semua… dan gak akan lama lagi Indonesia akan terkenal namun dengan nama yang kurang bagus… alasannya? mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan dalam dunia cyber, terus terang para hacker di Amerika gak akan berani untuk bergerak karna pengaturan yang ketat dan system kontrol yang lebih high-tech lagi yang dipunyai pemerintah Amerika Serikat.



  • Di Dunia
Awal mula penyerangan didunia Cyber pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan istilah: Cyber Attack. Pada saat itu ada seorang mahasiswa yang berhasil menciptakan sebuah worm atau virus yang menyerang program computer dan mematikan sekitar 10% dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung ke internet. Pada tahun 1994 seorang bocah sekolah musik yang berusia 16 tahun yang bernama Richard Pryce, atau yang lebih dikenal sebagai “the hacker” alias “Datastream Cowboy”, ditahan lantaran masuk secara ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk pusat data dari Griffits Air Force, NASA dan Korean Atomic Research Institute atau badan penelitian atom Korea. Dalam interogasinya dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikannya seorang mentor, yang memiliki julukan “Kuji“. Hebatnya, hingga saat ini sang mentor pun tidak pernah diketahui keberadaannya.



  • Perkiraan Perkembangan Cyber Crime Dimasa Depan
Dapat diperkirakan perkembangan kejahatan cyber kedepan akan semakinmeningkat seiring dengan perkembangan teknologi atau globalisasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi, sebagai berikut :
·         Denial of Service Attack.
Serangan tujuan ini adalah untuk memacetkan system dengan mengganggu akses dari pengguna jasa internet yang sah. Taktik yang digunakan adalah dengan mengirim atau membanjiri situs web dengan data sampah yang tidak perlu bagi orang yang dituju. Pemilik situs web menderita kerugian, karena untuk mengendalikan atau mengontrol kembali situs web tersebut dapat memakan waktu tidak sedikit yang menguras tenaga dan energi.
·         Hate sites.
Situs ini sering digunakan oleh hackers untuk saling menyerang dan melontarkan komentar-komentar yang tidak sopan dan vulgar yang dikelola oleh para “ekstrimis” untuk menyerang pihak-pihak yang tidak disenanginya. Penyerangan terhadap lawan atau opponent ini sering mengangkat pada isu-isu rasial, perang program dan promosi kebijakan ataupun suatu pandangan (isme) yang dianut oleh seseorang / kelompok, bangsa dan negara untuk bisa dibaca serta dipahami orang atau pihak lain sebagai “pesan” yang disampaikan.


·         Cyber Stalking.
Adalah segala bentuk kiriman e-mail yang tidak dikehendaki oleh user atau junk e-mail yang sering memakai folder serta tidak jarang dengan pemaksaan. Walaupun e-mail “sampah” ini tidak dikehendaki oleh para user.


Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.


Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.


Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.


Interpol tak menutup mata dengan ancaman cyber yang selama ini sudah sedemikian ganas meneror pengguna komputer. Mereka pun menggandeng sejumlah pihak untuk melakukan aksi perburuan terhadap dedemit maya ini.
Kerjasama yang baru diresmikan salah satunya dengan Kaspersky Lab. Menurut Eugene Kaspersky, CEO dan co-founder Kaspersky Lab, kejahatan dunia maya sudah memberikan kerusakan di dunia nyata.
“Dan meskipun orang baik dan orang jahat di kedua dunia tersebut berperilaku sama, tetap ada kesulitan untuk menerapkan pendekatan yang ada secara efektif dalam domain dunia maya yang baru. Keadaannya adalah seperti polisi berkuda yang berharap menangkap penyelundup yang mengendarai mobil sport,” ungkapnya.
Sementara itu, terkait kerjasama dengan Kaspersky Lab, Sekjen Interpol Ronald K. Nobel mengatakan, Interpol harus bekerja sama dengan sektor publik dan swasta yang memiliki komitmen untuk menjaga agar dunia maya dan dunia nyata aman dari para kriminal cyber.
“Kaspersky Lab dan sektor swasta lain yang bergabung dengan Interpol dalam mendukung penegakan hukum dalam mengidentifikasi, mengungkap dan menemukan para penjahat cyber ini membantu menjaga agar masyarakat dan bisnis aman dari kejahatan cyber,” lanjutnya.

Interpol, lanjut Nobel, telah merencanakan untuk bekerjasama dengan sistem dan analis Kaspersky Lab untuk menciptakan peringatan 
cyber Interpol pertama di dunia yang memberi tahu jika ada kode berbahaya, malware atau kegiatan penjahat cyber lainnya yang terindentifkiasi.
Sementara Noboru Nakatani, Direktur Eksekutif Interpol Global Complex for Innovation (IGCI), yang akan dibuka di Singapura pada tahun 2014, menambahkan, respons penegakan hukum yang kuat tidak cukup untuk mengungguli para penjahat cyber.

“Inilah pentingnya kerjasama yang erat dan keterlibatan dalam pemberian bantuan yang dibutuhkan serta pelatihan dengan semua sektor yang terpengaruh, termasuk industri swasta, untuk mengembangkan strategi keamanan 
cyber yang benar-benar berlaku global,” ia menambahkan, dalam keterangan tertulis, Minggu (21/4/2013).

Sebelumnya, Kaspersky Lab telah setuju untuk menjalin kerjasama erat dengan Interpol dalam Interpol Global Complex for Innovation (IGCI).

Pengumuman kerjasama dilakukan setelah adanya pertemuan antara CEO dan Co-founder Kaspersky Lab, Eugene Kaspersky, dengan Sekjen Interpol, Ronald Noble dan Direktur Eksekutif IGCI, Noboru Nakatani, di kantor pusat Kaspersky Lab di Moskow pada 19 Maret 2013 lalu.

Agenda penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah kejahatan dan ancaman 
cyber yang baru berkembang serta pentingnya usaha bersama dalam menghadapi para penjahat cyber ini agar bisa memberi keamanan internet yang lebih baik.

Hasil penting pertemuan tersebut adalah kepastian rencana Kaspersky Lab untuk menempatkan pakar terbaik Kaspersky Lab di IGCI jika sudah mulai beroperasi pada 2014 mendatang, serta memberikan dukungan fungsional yang luas dan inteligen ancaman secara berkelanjutan.

Kaspersky Lab juga setuju untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan badan penegak hukum di seluruh dunia dalam menghadapi ancaman 
cyber secara umum.

IGCI akan memberikan kesatuan polisi 
cyber internasional dengan tools dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menghadapi ancaman kejahatan cyber di abad 21 dengan lebih baik, misalnya dengan mengidentifikasi penjahat dan memberikan pelatihan inovatif dan dukungan operasional demi penegakan hukum di seluruh dunia.

“Saya sangat senang dengan hasil pertemuan ini. Saya telah lama ingin membentuk sesuatu yang saya sebut ‘Internet-Interpol’ dan akhirnya hal ini menjadi kenyataan,” kata Eugene Kaspersky.

“Tak lama lagi para penjahat 
cyber akan kehabisan tempat untuk bersembunyi, tidak bisa sembunyi di negara itu atau negara ini, seperti yang mereka lakukan saat ini. Dunia maya akan menjadi semakin sempit bagi para penjahat cyber, baik yang berpengalaman maupun yang baru,” tegasnya.

Direktur Eksekutif IGCI Noboru Nakatani menambahkan, dukungan kuat yang diberikan Kaspersky untuk IGCI akan memungkinkan penegakan hukum di 190 negara anggota Interpol memiliki keahlian untuk melakukan intelijen yang diperlukan untuk melindungi dunia maya dan menyeret penjahat 
cyber ke pengadilan.